Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contoh Soal Teks Fiksi (Paket 1) - Literasi Fase F Untuk Kelas 11-12 (PMM - AKM - Asesmen Murid)

 

Assalamu'alaikum...Wr.Wb.
Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT. Amin. Mohon ijin berbagi informasi tentang contoh soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) - Asesmen Murid (AM) yang diambil dari Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan bisa digunakan sebagai latihan siswa siswi dikelas. 

Untuk melihat informasi lainnya KLIK TULISAN BIRU INI

Cakupan Materi/Detail Kompetensi

Teks Fiksi
  • Menyusun generalisasi (kesimpulan umum) dari hasil inferensi terhadap ide-ide yang terkandung di dalam teks fiksi. (1 soal)
  • Menemukan informasi tersurat (siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana) pada teks fiksi yang terus meningkat sesuai jenjangnya. (3 soal)
  • Menganalisis perubahan pada elemen intrinsik (kejadian/karakter/setting/konflik/alur cerita) pada teks fiksi yang terus meningkat sesuai jenjangnya. (2 soal)
  • Menyimpulkan perasaan dan sifat tokoh serta elemen intrinsik lain seperti latar cerita, kejadian-kejadian dalam cerita berdasarkan informasi rinci di dalam teks fiksi yang terus meningkat sesuai jenjangnya. (3 soal)
  • Mengevaluasi penggunaan diksi dan majas (metafora, analogi, personifikasi) dalam teks fiksi sesuai jenjangnya, (1 soal)
  • Menilai dan mengkritisi elemen intrinsik (karakterisasi, alur cerita, latar) serta otentisitas penggambaran masyarakat pada teks fiksi sesuai jenjangnya. (2 soal)

Wacana 1 Cerpen 

Surtoksi

Sudah sepuluh tahun kami tidak melihat matahari. Yang menjadi masalah bukanlah mataharinya. Tidak ada larangan bagi kami berada di luar melihat matahari. Tapi kami tidak akan melakukan hal bodoh itu. Jika sampai itu terjadi, berarti kami tidak sayang pada tubuh kami. Lebih parah lagi, itu dinamakan bunuh diri. Entah sejak kapan pohon di sekitar kota ini mengeluarkan gas yang membuat iritasi pada kulit hingga menyerang pembuluh darah. Gas itu semakin cepat bereaksi dengan kulit oleh bantuan sinar matahari. Tidak semua pohon, hanya satu jenis pohon yang mengeluarkan gas itu. Pohon Surtoksi memang benar hanya satu jenis pohon saja, tapi jumlahnya ratusan bahkan ribuan dalam kota ini. Berakar kuat menjulang tinggi tumbuh di seluruh kota hingga sudut-sudutnya. Mengisolir tempat ini ribuan hingga ratusan kilometer. Kebanyakan orang yang berusaha melarikan diri saat matahari terbenam tidak akan sampai pada batas lingkaran mematikan ini sebelum matahari terbit kembali. Percuma mustahil itu yang dikatakan banyak orang. Tidak ada yang dapat menolong. Sinyal elekromagnetik sebagai penolong satu-satunya pun terhambat oleh gas-gas beracun yang dikeluarkan pohon-pohon itu.
“Yeksaaa! Kau tidak berangkat sekolah?” panggil Ibu sembari mengetuk pintu kamarku.
Aku masih fokus membaca buku yang baru saja kudapatkan dari Prof. Nemba. Beliau bersedia mengikutkan aku pada proyeknya apabila aku dapat menyelesaikan membaca buku ini dan lulus uji review subuh ini juga.
“Yeksa!” panggil Ibu dengan suara yang semakin keras.
Baiklah, sekarang fokusku benar-benar terusik oleh suara Ibu. Aku menutup buku dan menggendong ransel. Sebelum teriakan Ibu menjebol pintu, aku harus sudah keluar dari kamar ini.
“Mantelmu?” tanya Ibu mengingatkan sebelum aku keluar dari rumah.
“Aku bukan anak kecil lagi Ibu. Lima tahun lebih aku memakai mantel itu untuk berpergian ke luar rumah, tidak mungkin aku lupa memakainya.”
Mantel gas Surtoksi adalah pakaian wajib orang-orang di kota ini saat berada di luar rumah pada malam hari. Mantel ciptaan Prof. Nemba itu menahan gas Surtoksi menempel pada kulit kami. Meski dapat menyelamatkan kehidupan kami saat malam hari, mantel itu belum bisa menahan keganasan gas Surtoksi pada siang hari. Di bagian kepala mantel dilengkapi penutup wajah transparan. Mantel gas Surtoksi berwarna putih itu akan otomatis berubah warna menjadi hijau apabila lingkungan sekitarnya sudah sangat jenuh gas Surtoksi. Tanda bahaya itu wajib diperhatikan agar pemakai segera mencari tempat berlindung apa saja yang kedap gas Surtoksi.
Setiap rumah di kota ini juga dilengkapi cat dinding anti gas Surtoksi ciptaan Prof. Nemba. Sejak 5 tahun yang lalu, tak ada jendela di setiap rumah.
Banyak alat-alat yang diciptakan Prof. Nemba bersama tim penelitiannya dalam membantu kehidupan kota ini sehari-hari. Membantu kami untuk tetap hidup di antara pohon-pohon mematikan itu. Itulah sebabnya aku ingin menjadi salah satu anggota tim penelitian Prof. Nemba. Sebuah kebanggaan setiap keluarga apabila anaknya menjadi anggota tim penelitian Prof. Nemba.
“Sudah kuduga kau akan berada di tempat ini lagi.” Ucap Lakso yang membuat perhatianku kepada buku yang sedang kubaca teralihkan.
“…Tiga hari kau bolos sekolah demi lulus uji review buku The Monocotyle Trees yang sama sekali tidak dapat mengungkap rahasia pohon Surtoksi.”
“Kau merendahkan Prof. Nemba?” tanyaku sedikit tersinggung.
“Jika beliau benar-benar ingin membuat kehidupan kota ini aman dan nyaman, seharusnya beliau memikirkan bagaimana caranya memusnahkan pohon sialan itu.”
“Kau banyak sekali bicara. Talk more do less! Orang lain tidak akan ada yang percaya jika kau itu cucu kandung Prof. Nemba.” hujatku membungkam mulut Lakso. Dia diam tak membalas perkataanku lagi.
“Jangan sedih jika kau tidak lulus.” Ucapnya sembari menghilang di antara tumpukan bukubuku perpustakan ini.
Review buku diuji oleh 3 orang termasuk Prof. Nemba. Ini adalah test tahap akhir seleksi anggota tim penelitian yang sudah dilakukan sejak bulan lalu. Aku hanya butuh satu dari sepuluh kursi yang tersedia. Aku yakin telah memahami semua isi dalam buku itu.
Tiga penguji masing-masing memberikan satu pertanyaan. Aku menjawab semua pertanyaannya dengan lancar. Aku yakin aku pasti akan lolos. Satu jam kemudian kertas pengumuman anggota tim penelitian pun ditempel dan langsung di kelilingi oleh banyak orang. Aku berjalan menuju kertas pengumuman itu dengan santai. Yeksa Citra Viona. Aku mencari namaku di antara list 10 orang dalam kertas itu.
Sumber: http://negerisekolahpunyahaifa.blogspot.com/2016/10/cerpen-¦ksi-ilmiahsurtoksi.html.
sumber: id.pngtree.com

Soal 1. 

Mengapa orang-orang di kota tempat tinggal Yeksa harus memakai mantel pada malam hari?
A. Melindungi diri agar aman dari radiasi.
B. Orang-orang agar bisa bertahan hidup.
C. Menahan gas Surtoksi menempel pada kulit.
D. Melarikan diri dari lingkungan yang berbahaya.
E. Adanya pohon beracun di kota tersebut.

Soal 2. 

Mantel gas Surtoksi adalah pakaian wajib orang-orang di kota saat berada di luar rumah pada malam hari.
Berdasarkan pernyataan tersebut, manakah informasi yang tepat mengenai mantel gas surtoksi?
Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda centang (V)! Jawaban benar lebih dari satu.
A. Mantel gas Surtoksi diciptakan oleh Prof. Nemba untuk menahan gas Surtoksi menempel pada kulit. (Benar)
B. Mantel gas Surtoksi menyelamatkan kehidupan pada siang hari, tapi belum bisa menahan keganasan gas pada malam hari. (Salah)
C. Di bagian kepala mantel gas Surtoksi dilengkapi penutup wajah berwarna gelap, sehingga tidak dapat melihat keluar. (Salah)
D. Mantel gas Surtoksi berwarna putih akan berubah menjadi hijau, jika lingkungan sekitarnya sudah sangat jenuh oleh gas surtoksi. (Benar)
E. Setiap rumah di kota ini juga dilengkapi cat dinding anti gas Surtoksi ciptaan Prof. Nemba. (Benar)

Soal 3. 

Bagaimana keadaan kota setelah ada alat-alat canggih yang diciptakan oleh Prof. Nemba beserta timnya?
Klik pilihan Benar atau Salah untuk setiap pernyataan sesuai isi teks!
1. Warga kota tidak perlu khawatir ketika berada di luar rumah pada malam hari. (Benar)
2. Membantu warga kota untuk tetap hidup di antara pohon-pohon mematikan. (Benar)
3. Warga kota tetap harus waspada pada keganasan panas siang hari. (Salah)
4. Kehidupan di kota kesulitan dalam memenuhi kebutuhan karena panas. (Salah)

Soal 4. 

Yeksa ingin menjadi salah satu anggota tim penelitian Prof Nemba.Berdasarkan isi teks, apa yang dirasakan Yeksa ketika mengikuti serangkaian tes untuk bergabung dalam tim?
Klik pilihan Benar atau Salah untuk setiap pernyataan sesuai isi teks!
1. Yeksa merasa bangga, jika bisa menjadi anggota tim penelitian Prof. Nemba. (Benar)
2. Yeksa mudah marah ketika dinasehati oleh temannya mengenai penelitian Prof. Nemba. (Salah)
3. Yeksa sangat yakin telah memahami semua isi dalam buku yang akan diujikan. (Benar)
4. Yeksa merasa kesulitan menjawab setiap pertanyaan dari tiga penguji. (Salah)

Soal 5. 

Kau banyak sekali bicara. Talk more do less! Orang lain tidak akan ada yang percaya jika kau itu cucu kandung Prof. Nemba.” hujatku membungkam mulut Lakso.
Berdasarkan kutipan tersebut, mengapa penulis menggunakan istilah "talk more do less"?
Klik pilihan Benar atau Salah untuk setiap pernyataan sesuai isi teks!
1. Mempertegas bahwa tokoh Yeksa tidak setuju dengan pernyataan Lakso. (Benar)
2. Memberitahu pembaca jika Lakso selalu membantu urusan Yeksa dalam hal apapun. (Salah)
3. Tokoh Yeksa memberikan peringatan keras kepada Lakso agar daiam dan menjaga perkataannya. (Benar)
4. Memberitahu pembaca bahwa Yeksa tersinggung dengan ucapan Lakso mengenai keluarganya. (Salah)

Soal 6. 

"Mantel gas Surtoksi adalah pakaian wajib orang-orang di kota ini saat berada di luar rumah pada malam hari. Mantel ciptaan Prof. Nemba itu menahan gas Surtoksi menempel pada kulit kami".
Berdasarkan kutipan tersebut, seperti apa autentisitas penggambaran masyarakat dalam teks?
Jawaban
  • Warga di kota taat pada aturan untuk menggunakan mantel gas surtoksi ketika berada di luar rumah. (Point 1)
  • Warga di kota taat pada aturan untuk menggunakan mantel gas surtoksi ketika berada di luar rumah. (Point 1)
  • Warga di kota taat pada aturan untuk menggunakan mantel gas surtoksi ketika berada di luar rumah. (Point 0)

Wacana 2.

Tapis Mastoh

Di lantai papan serambi rumah panggung, duduk beralas bantal tipis kumal, Mastoh khusyuk menyulam. Sesekali dibenahinya letak kacamata yang melorot ke hidung. Benang emas mengekori jarum yang berulang kali dicucuk dari bawah kain kemudian ditarik ke atas hingga membentuk pola tertentu.
Hangat cuaca bersekutu dengan sepoi angin membuat kantuk mudah hinggap di pelupuk mata. Satu-dua kendaraan melintas di jalanan depan rumah, menggetarkan siang yang lengang. Sal baru saja pulang. Dua bulan belakangan dia kerap singgah. Mastoh mafhum hajat apa yang diusung Sal. Sal pernah keceplosan, ada kolektor mencari tapis tua yang ditenundisulam dengan tangan. Mastoh punya tapis macam itu. Sal berniat membelinya, tapi Mastoh enggan melego.
Demi meluluhkan hati Mastoh, Sal memberinya pekerjaan. Dibawanya dua kain untuk disulam Mastoh. “Tidak buru-buru, yang penting hasilnya bagus,” pesan Sal saat menyodorkan uang panjar. Mastoh paham pula, kian kerap bersua, kian banyak peluang Sal untuk membujuknya.

Bertahun-tahun gedog teronggok di pojok serambi rumah panggung. Jika melamun memandangi alat tenun itu, Mastoh bagai terisap ke masa silam. Dia terkenang almarhumah neneknya, yang pertama kali menempanya agar mahir menenun-menyulam. Beliau sampai mengikat pinggang Mastoh di gedog agar tidak kabur, bermain bersama teman-teman sebaya. “Jika ada benang, pasti ada kain,” “Saat menikah nanti, kau tidak harus beli tapis,” atau “Muli Lampung harus bisa napis,” begitulah yang acap dicetuskan neneknya. Beliau juga pencerita yang ulung. Sembari menenun atau menyulam, dituturkannya cerita-cerita yang berkaitan dengan kain. Satu yang tersimpan dalam benak Mastoh, Muli Tagei, kisah gadis yang malas menenun. Suatu hari gadis itu disuruh neneknya memilin kapas menjadi benang. Si gadis pemalas diam-diam membuang kapas ulat sutra itu ke kali, lalu berdalih bahwa kapasnya hilang. Ajaib, kapas itu menjelma jadi perdu merambat, daunnya kemerahan, dan batang rapuhnya diselimuti serat-serat halus mirip kapas. Kini tanaman itu sulit ditemukan, padahal dahulu masih banyak ditemui di kali dekat rumah orangtua Mastoh.

Menyulam tapis adalah hiburan buat Mastoh. Selain melatih kesabaran dan ketelitian, ada kepuasan tersendiri jika hasilnya halus rapi. Apalagi bila sulamannya dipuji pemesan. Tak siasia berhari-hari jemarinya berteman jarum dan benang emas. Sekira tiga dekade lalu, Mastoh menikmati masa jaya sebagai penenun. Ada istri pejabat yang mendukung kegiatannya. Jika ada pameran kerajinan di luar daerah, Mastoh diajak serta. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk barter ilmu dengan sesama penenun. Kini, di usianya yang melewati kepala enam, sudah lama Mastoh tidak keluar kampung.
Tingkat kerumitan menenun-menyulam tapis dengan tangan membuat harganya lumayan mahal, sampai jutaan rupiah. Umumnya kalangan menengah ke atas atau peminat saja yang memesan. Sejak kehadiran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang bisa menghemat waktu dan memproduksi dalam jumlah banyak penenun tradisional seperti Mastoh jadi terpinggirkan, meski soal kualitas, tapis buatan tangan tetap lebih bagus. Lamunanku terbuyar. Aku kaget, ketika ammak menepuk pundakku. Ah ammak! Aku belum selesai membayangkan cerita nenek Mastoh.
“ Apa Mak?” kataku pada ammak.
“Nyalakan TV mu sekarang. Ammakmu ini bingung kabel-kabel itu menyalakannyo bagaimana. Sekarang ayo kita lihat upacara hari kemerdekaan! Lihatlah Bapak Presiden kita memakai baju tradisional tapis khas Lampung hari ini. Ayo nyalakan TV mu sekarang juga!” kata ammak.
“Yang benar sajo Mak?” aku terperanjat berdiri. Buru-buru berlari menyalakan TV dan stop kontak. Alhasil….
“Derrrrrrttttttt!” tanganku tersetrum hebat, bergetar seluruh ragaku rasanya. Menyengat lemas badanku tergelempoh. Ammak tak peduli rupanya. Ia melihat semua chanel TV yang dirasajernih sejernih kristal.
“Amboi! Maaakkk!!! Benar! Pak Presiden hari ini memakai baju tapis Lampung!” rasa kesetrum itu hilang hanya karena sebuah TV dan kain tapis. Leganya meski kesetrum.

Karya Arman AZ, disunting seperlunya untuk Asesmen Nasional
Sumber: https://mediaindonesia.com/weekend/73543/tapis-mastoh
Glosarium
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) merupakan penanda waktu alur.

Soal 7. 

Amatilah karakteristik Mastoh pada cerita tersebut!
Pasangkanlah karakteristik Mastoh pada lajur kiri dengan bukti pada lajur kanan sesuai isi cerita!
Pernyataan Tekun 
Jawaban Di lantai papan serambi rumah panggung, duduk beralas bantal tipis kumal, Mastoh khusyuk
Pernyataan Menyulam.
Jawaban Sabar Menyulam tapis adalah hiburan buat Mastoh. Selain melatih kesabaran dan ketelitian, ada kepuasan
Pernyataan Teguh 
Jawaban pendirian Sal berniat membelinya, tapi Mastoh enggan melego.
Pernyataan Pekerja keras 
Jawaban Tak sia-sia berhari-hari jemarinya berteman jarum dan benang emas.
Pernyataan Suka dipuji
Jawaban Apalagi bila sulamannya dipuji pemesan.

Soal 8. 

Apa yang membuat tokoh Mastoh dan aku terkejut pada akhir cerita?
Klik pilihan Benar atau Salah untuk setiap pernyataan sesuai isi teks!
1. Tapis mulai tergusur keberadaannya. (Salah)
2. Perajin Tapis mulai jarang. (Salah)
3. Tapis dipakai pada saat upacara kemerdekaan RI. (Benar)
4. Ammak menepuk pundak Mastoh. (Salah)

Soal 9. 

Pada kutipan "Di lantai papan serambi rumah panggung", mengapa penulis memilih latar tempat tersebut?
Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda centang (V)! Jawaban benar lebih dari satu.
A. Menggambarkan nilai budaya di Lampung. (Benar)
B. Memperlihatkan karakteristik tokoh Mastoh. (Salah)
C. Memperkenalkan ciri khas rumah Lampung pada cerita. (Benar)
D. Mendukung suasana dan tempat terjadinya cerita. (Benar)
E. Mendukung tokoh Mastoh yang mencintai budayanya. (Benar)

Wacana 3.

Cerita Pohon Pukul Lima

Gergaji mesin kembali menderu di tangan algojo itu, tetapi sudah kukeraskan seluruh pembuluh dan kambiumku. Perih memang menyebar ke seluruh tubuhku ketika rantai bermata runcing ditanamkan di kulitku dan mulai berputar. Namun seperti kemarin-kemarin, hanya kulit saja yang bisa dikelupas mesin itu dariku. Setelah lima menit mencoba, algojo itu mundur sambil menggeleng kepada teman-temannya. Seluruh mata gergajinya sudah kubikin tumpul ketika menyentuh lapisan terluar dagingku.

Sudah seminggu para pekerja menebangi pohon-pohon di sekitar museum ini. Hanya aku yang tersisa. Pohon randu, asam, kluwih, dan beringin tak tampak lagi, sudah ditebang hingga akarakarnya dicabut tanpa sisa. Pohon-pohon itu tak melawan ketika gergaji mesin menyayatbatang mereka. Kata mereka kepadaku, semakin banyak orang tinggal di kota yang dulunya hutan ini. Pohon-pohon harus dikorbankan agar manusia dapat membangun rumah, mal, stadion, dan sebagainya.

Aku lebih dulu lahir ketimbang siapa pun di kota ini. Kusaksikan langsung jalannya sejarah. Tubuhku belum setinggi pohon jagung ketika kota ini masih belantara tanpa manusia. Macan tutul pernah memanjat batangku untuk menerkam musang yang bersembunyi di dahan paling tinggi. Tekukur, pipit, kutilang membangun kota dalam rimbunan daun-daunku.

Ketika kanopiku lebih tinggi dari siapa pun kecuali pohon-pohon kelapa, kusaksikan manusia pertama yang membawa panah yang berburu kancil dan babi hutan. Juga masih kuingat lakilaki pertama yang membuka lahan untuk berladang yang sering bernaung di bawah tajukku untuk beristirahat. Sering pula jatuh tertidur hingga sore dan harus kubangunkan dengan tetesan air dari ujung daunku agar ia tak terlambat pulang. Selalu ia mengucapkan terima kasih kepadaku sambil tersenyum saat terjaga. Aku tak tega jika laki-laki santun dan rajin itu kemalaman. Aku dan dia sama-sama tak menyukai gelap, tetapi mungkin dengan alasan yang berbeda. Aku tak suka gelap atau remang karena, tanpa panas dan cahaya, aku tak bisa mengolah bahan makanan yang seharian kukumpulkan. Karena itulah pada malam hari kulipat daun-daunku dan baru keesokan harinya, kubuka lagi. Jika hujan turun atau hari mendung, daun-daun juga kulipat.

Setiap kali lingkaran kambiumku bertambah, pengetahuan dan kebijaksanaanku juga bertambah. Lalu kutemukan cara paling manjur untuk mengelola makanan. Hasilnya, akarakarku menjadi sangat kuat hingga sanggup menembus tanah yang sangat padat. Jika perlu, bisa kusisihkan batu yang menghalangi pertumbuhan akarku. Karenanya, air bukan masalah bagiku. Akar-akarku sanggup mengisap air tanpa henti.

Jika air yang terisap terlalu banyak, sering kuteteskan air dari tajukku. Lantaran itulah orang juga menyebutku sebagai pohon hujan. Jika musim hujan menumpahkan air tak henti-henti dari langit, kuambil air yang meresap jauh ke dalam tanah hingga tak pernah ada banjir di daerah ini. Banjir baru kusaksikan setelah daerah ini berubah menjadi kota dan pohon-pohon ditebangi untuk memberi ruang bagi manusia. 

Dengan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti itu, siapa pun akan mafhum jika aku tumbuh menjadi raksasa. Pada puncak usiaku sekarang ini, butuh tujuh orang dewasa untuk membentuk lingkaran utuh mengelilingi batangku. Namun, aku tak pernah takabur dengan kelebihan itu. Ketika kampung pertama dibangun di daerah ini, kuizinkan siapa pun memotong dahan dan rantingku untuk kayu bakar. Bahkan setelah kampung berubah menjadi kota ramai, tak pernah kutolak orang-orang yang berteduh di bawah kanopiku.

Kusaksikan beberapa orang pernah bersila di pangkal batangku dan menyalakan dupa. Mulut mereka berkomat-kamit mengungkapkan permohonan. Minta dilancarkan rezeki, minta ini-itu yang hanya membikin aku tersenyum geli. Aku hanyalah sebatang pohon trembesi, bukandewa atau Tuhan. Yang bisa kuberikan hanyalah teduhan dan bantuan untuk  mencegah banjir saat musim hujan serta membersihkan udara dari polusi yang kian parah.

Perilaku paling menyedihkan adalah keputusan laki-laki yang mengaku sebagai pemilik lahan tempatku berdiri. Kepada dewan kota, ia mengungkapkan rencana untuk membangun taman ajaib di sini. Ada wahana berupa pesawat ruang angkasa yang membawa penumpangnya ke galaksi-galaksi yang jutaan tahun cahaya jauhnya. Wahana lain yang berupa istana gaya Eropa akan membuat para pengunjung yang memasukinya menjadi raja dan ratu paling gagah dan paling cantik di dunia. Ada juga wahana berupa tempat ibadah menjamin pengunjung yang memasukinya masuk surga.

Aku tak terkejut jika gagasan keliru juga melahirkan tindakan yang keliru. Setelah para pekerja gagal menebangku pertama kali, pemilik lahan mengundang seorang dukun untuk menundukkanku. Dukun itu bersila dekat pangkal batangku, menyalakan dupa, dan berkomatkamit. Kupatahkan dahanku yang agak besar, lalu kujatuhkan menimpa  kepalanya. Orang itu pingsan dan cepat-cepat dibawa ke rumah sakit, karena itulah mereka menunda usaha menebangku hingga hari ini. Usaha terakhir mereka pun sia-sia.
Sumber: https://www.jawapos.com/minggu/cerpen/15/03/2020/cerita-pohon-pukul-lima/

Soal 10. 

Siapa tokoh yang menyalakan dupa dan berkomat-kamit pada cerita? 
Jawaban
Dukun.

Soal 11. 

Apa yang dirasakan tokoh aku ketika orang-orang ingin memotong dan menyingkirkannya?
Klik pilihan Benar atau Salah untuk setiap pernyataan sesuai isi teks!
Pernyataan Sedih. 
Jawaban Benar
Pernyataan Berkecil hati. 
Jawaban Benar
Pernyataan Gembira. 
Jawaban Salah
Pernyataan Kecewa. 
Jawaban Benar

Soal 12.

Apa kesimpulan yang tepat berdasarkan peristiwa-peristiwa yang disaksikan oleh tokoh aku dalam cerita tersebut?
Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda centang (V)! Jawaban benar lebih dari satu.
A. Alam semakin dieksploitasi oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya. (Benar)
B. Pembangunan mal, rumah, dan stadion mengorbankan pohon di dalamnya. (Benar)
C. Penebangan pohon tanpa reboisasi menyebabkan kerusakan lingkungan. (Benar)
D. Manusia yang memiliki bisnis berperan penting dalam pelestarian pohon. (Salah)
E. Pohon membuat usaha manusia semakin maju dan baik. (Salah)

Semoga informasi ini bermanfaat dan jika berkenan silahkan di SHARE. Mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan. Saran dan masukan sangat berarti untuk perbaikan kedepan,  Terima kasih atas kunjungannya. 
Wassalamu'alaikum.Wr.Wb.

Post a Comment for "Contoh Soal Teks Fiksi (Paket 1) - Literasi Fase F Untuk Kelas 11-12 (PMM - AKM - Asesmen Murid)"